Rabu, 09 Mei 2018

RESENSI BUKU


RESENSI BUKU
GELAP-TERANG HIDUP KARTINI

IDENTITAS BUKU
Judul Buku : seri tempo: GELAP-TERANG HIDUP KARTINI                            
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : Gramedia                                                               
Tahun terbit : 2016
Tebal Buku : 148 halaman
ISI BUKU
Kartini adalah hak perempuan perjuangan kesetaraan gender, dan nasionalisme indonesia di akhir abad ke-19. Kartini adalah kontradiksi: ia cerdas sekaligus lemah hati. Ia menyerap ide masyarakat barat tapi tak takluk pada adat. W.R Supratman ada benarnya ketika menyebut kartini sebagai “pendekar kaumnya”. Seorang pendekar adalah pembela yang tak selamanya memenangi perkelahian.
Lahir dari keluarga menak, Kartini menolak poligami-tapi menjadi korban tradisi itu. Ketika menikahi Kartini, Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat adalah lelaki tiga selir dan tujuh anak. Kartini juga lahir dari rahim garwa ampil atau selir. Ngasirah, ibunya, adalah salah satu dari dua istri bupati Jepara RMAA Sosroningrat. Kartini tak mampu melawan tradisi: sejak kecil ia terbiasa melihat ibunya mlaku ndodok, ngesot, di depan suami dan anak-anak sendiri.
Tentang keputusannya menerima lamaran Adipati Djojoadiningrat, ia menulis kepada Marie Ovink-Soer, istri Asisten Residen Jepara. Jalan hidupnya yang “tak konsisten” inilah yang mengundang kritik. Penetapannya sebagai pahlawan nasional pada 1964 menimbulkan kontroversi. Sejarawan Harsya W. Bachtiar menganggapnya tak lebih baik dari Dewi Sartika dan Rohana Kudus, yang dinilai lebih berhasil mewujudkan impian mereka. Harsja menilai Kartini tak lebih dari “pahlawan” yang dibesarkan Belanda.
Kartini mendapat beasiswa ke Holland atas rekomendasi seorang anggota parlemen dan Menteri Seberang Lautan Kerajaan Belanda. Tapi ia tidak berangkat. Atas bujukan Jacques Henrij Abendanon, direktur di Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda, ia membatalkan niat itu.
Skala pencapaian Kartini sebagai aktivis sosial memang tak masif meski tak juga bisa diabaikan. Ia membangun sekolah perempuan meski tak besar. Ia bukan Ki Hajar Dewantoro yang membangun Taman Siswa. Ia tak berorasi. Ia bukan pemikat massa. Tapi Kartini bukan tak menggerakan orang.
Keutamaan kartini sesungguhnya terletak pada hal lain: ia pemikir yang gelisah-sejak remaja hingga akhir hayatnya pada usia 25 tahun. Ia menulis surat kepada sahabat, yang kemudian dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot Licht. Ia mencatat pelbagai hal: kesetaraan gender, feodalisme, hubungan antarbangsa. Ia bergulat dengan pemikiran, dan terseok-seok antara dunia ide dan kenyataan. Dari sudut pandang yang ditelaah.
Kartini menyuarakan perubahan. Ia membawa perjuangan perempuan pada fase yang baru, tidak sekadar menuntut pengakuan tapi juga mengklaim keberadaannya dalam kehidupan bangsa.
KELEBIHAN
Buku yang berjudul gelap-terang hidup Kartini ini menceritakan secara lengkap tentang kehidupan Kartini memberikan inspirasi dan pelajaran tentang kehidupan untuk para pembacanya.
KEKURANGAN
Hampir keseluruhan buku ini tidak ada kekurangannya.
KESIMPULAN
Dalam buku tersebut menceritakan kisah perjalanan hidup kartini mulai dari susah, senang, tentang perjodohan, pendidikan, sampai yang menginspirasi para pembaca. Dari perjalanan hidupnya yang mendobrak tradisi, pantas ia mendapat sebutan “pendekar kaumnya”. Seorang pendekar pembela yang tak harus dengan perkelahian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RESENSI BUKU

RESENSI BUKU GELAP-TERANG HIDUP KARTINI IDENTITAS BUKU Judul Buku : seri tempo: GELAP-TERANG HIDUP KARTINI                      ...